Bagaimana Cara Memilih Pemimpin Dalam Islam
Cara Sahabat Umar Memilih Khalifah Penggantinya.
Yang pasti bukan dengan demokrasi (demos= rakyat, kratos=kekuasaan). Karena prinsip demokrasi tidaklah sesuai dengan prinsip Islam, dalam Islam tidak mengenal istilah "vox populi vox dei", suara rakyat adalah suara Tuhan.
Berkenaan dengan tata cara pemilihan kepala pemerintahan, berikut ini adalah kisah bagaimana sahabat Umar ketika mengakhiri jabatannya melakukan pemilihan khalifah pengganti dirinya.
Ketika khalifah Umar sedang kritis setelah ditikam oleh Abu Lu’lu, seorang Majusi, budak dari Mughirah bin Syu’bah, ketika sedang memimpin sholat Subuh, maka beliau ditanya oleh sebagian orang Sahabat.
Mereka berkata: Berwasiatlah, wahai Amirul Mukminin, carilah pengganti.
Ia menjawab: Saya tidak mendapatkan orang yang lebih berhak dengan urusan ini daripada sekumpulan orang yang ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam meninggal dunia beliau meridhai mereka. Kemudian Umar menyebut nama Ali, Utsman, Zubair, Thalhah, Sa’d, dan Abdurrahman. [HR Bukhari]
Beliau kemudian menunjuk Ibnu Umar sebagai saksi dan tidak diperbolehkan melakukan campur tangan dalam urusan ini (yakni ikut sebagai calon pengganti Umar, Subhanallah, demikian wara’nya Umar sehingga melarang anaknya sendiri untuk ikut dalam pemilihan kekhalifahan).
Keenam sahabat tersebut, adalah para pembesar sahabat, dan mereka adalah orang-orang yang ’alim terhadap ilmu agama dan pemerintahan. Belakangan inilah yang kemudian dikenal dengan majelis Syura, yakni majelis yang beranggotakan para ahli ilmu untuk masalah pemerintahan.
Bagaimana jalannya pemilihan khalifah selanjutnya?
Masih dalam hadits riwayat Imam Bukhari dalam bab keutamaan sahabat Utsman, diceritakan proses pemilihan tersebut.
Ketika selesai dikuburkan, berkumpullah sekawanan orang tersebut.
Abdurrahman berkata,”Jadikanlah urusan (pilihanmu)kepada tiga orang dari kamu.”
Zubair menjawab,”Aku menjadikan pilihanku kepada Ali.”
Thalhah berkata,”Sungguh aku menjadikan pilihanku kepada Utsman.”
Sa’d berkata:”Aku menjadikan pilihanku kepada Abdurrahman bin Auf.”
Kemudian Abdurrahman berkata:”Siapapun (dari) kamu yang terlepas dari urusan pilihan ini, maka kami akan menjadikan urusan kepemimpinan kepadanya, semoga Allah dan Islam akan mengawasinya.
Lalu terdiamlah kedua orang tua itu (pent. Ali dan Utsman).
Abdurrahman berkata,”Apakah kalian hendak menjadikan urusan kepemimpinan kepadaku? Semoga Allah mengawasiku agar aku tidak lengah memilih kalian yang paling utama.”
Mereka berdua menjawab,”Ya.”
Kemudian ia (Abdurrahman) memegang tangan salah satunya, lalu berkata,”Engkau mempunyai ikatan keluarga dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan lebih dahulunya pengetahuanmu dalam (masalah) Islam, semoga Allah mengawasimu. Bila aku menjadikanmu seorang amir tentu kamu akan berlaku adil dan bila aku menjadikan Utsman sebagai amir, tentu kamu akan mendengarkan dan mentaatinya.”
Kemudian ia menyendiri bersama yang lainnya, lalu berkata (seperti yang telah disebutkan). Dan ketika ia mengambil sumpah (janji), maka ia berkata,” Angkatlah tanganmu wahai Utsman.” Lalu ia membai’atnya, lalu Ali dan penduduk kampung masuk lalu membai’atnya.
[HR Bukhari]
* * * * *
Jadi ketika Umar radhiyallahu anhu memilih enam orang sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya, maka keenam orang ini kemudian berkumpul untuk menentukan siapa diantara mereka yang akan menjadi pengganti Umar.
Abdurrahman kemudian mengajukan usul agar 3 (tiga) orang dari 6 (enam) orang ini mundur dari kandidat. Ini adalah siyasah syar’iyah, dimana dengan mundurnya 3 orang akan memperkecil potensi friksi yang akan terjadi diantara mereka. Maka mundurlah Zubair, Thalhah dan Sa’d bin Abi Waqqash, masing-masing memberikan dukungan kepada Ali, Utsman dan Abdurrahman dengan satu suara.
Kemudian Abdurrahman berkata kepada Ali dan Utsman, siapa diantara mereka yang mau mengindurkan diri dari pencalonan. Ternyata keduanya diam saja. Abdurrahman kemudian bertanya apakah mereka berdua mewakilkan dirinya untuk melakukan pemilihan? Maka sepakat keduanya memberikan kewenangan kepada Abdurrahman bin Auf untuk memilih antara Ali dan Utsman (karena dengan demikian Abdurrahman sekaligus mengundurkan diri dari pemilihan).
Baru kemudian pilihan dijatuhkan kepada Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga dalam sejarah Islam.
Demikianlah prosesi pemilihan khalifah ketiga yang dilakukan oleh Umar dengan memilih enam orang pembesar sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya.
Kita juga mengenal cara pemilihan langsung oleh khalifah yang diganti dengan menunjuk langsung penggantinya, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq kepada Umar bin Khattab radiyallahu anhuma.
Dan patut dicatat, bahwa sistem pemerintahan dalam kekhalifahan ini berlangsung sesuai dengan umur dari sang khalifah yang artinya tidak diganti melainkan jika si pemimpin ini sudah menemui batas usianya/wafat.
Mudah-mudahan ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita akan bagaimana pelaksanaan mencari pemimpin ummat sepeninggal Nabi dan para Sahabatnya ridwanullah alaihim ajma’in.
Wallahu a’lam
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home